LOSS HEARING - DEFINITION, CLASSIFICATION, AND SEVERITY (A DELAYED RESEARCH)

LOSS HEARING
1.1 definisi dan klasifikasi
Ketulian (hearing loss) merupakan sebuah masalah umum yang disebabkan oleh suara, penuaan, penyakit, serta keturunan. Pendengaran sendiri merupakan sebuah indera yang kompleks dengan melibatkan kemampuan telinga untuk mendeteksi suara dan kemampuan otak untuk menginterpretasikan suara tersebut, termasuk suara wicara(mengutip dari 11-http://nihseniorhealth.gov/hearingloss/hearinglossdefined/01.html). Ketulian dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, diantaranya berdasarkan onset kejadian, keparahan, serta tipe ketuliannya[11].
Menurut tipe, ketulian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu[7]:
1. Conductive hearing loss, yaitu ketulian yang disebabkan adanya abnormalitas pada telinga luar dan atau osikel pada telinga tengah.
2. Sensorineural hearing loss, yaitu ketulian yang disebabkan adanya kegagalan fungsi dari telinga bagian dalam, semisal cochlea.
3. Mixed hearing loss, yaitu merupakan suatu kombinasi antara conductive hearing loss dan sensorineural hearing loss.
4. Central auditory dysfunction, yaitu ketulian yang terjadi karena adanya kerusakan atau disfungsi pada saraf kranial, yaitu nervus VIII, atau pada brain stem auditorik, dan atau korteks serebri.
Sedangkan menurut onset kejadiannya, ketulian dibedakan menjadi dua, yaitu[7]:
1. Prelingual hearing loss, ketulian jenis ini terjadi ketika individu belum mengalami perkembangan dalam hal wicara, termasuk di dalamnya adalah semua ketulian yang bersifat kongenital.
2. Postlingual hearing loss, ketulian jenis ini terjadi ketika individu telah mengalami perkembangan dalam kemampuan wicara normal.
Penderita hearing loss dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan keparahan[7]. Tingkatan ini berdasarkan kemampuan telinga mendengarkan bunyi dengan ambang intensitas bunyi, dengan kata lain, tingkat hearing loss diukur berdasarkan ambang terendah telinga individu mampu mendengar suara[2,7]. Pengukuran kekerasan suara yang berdasarkan tinggi rendahnya amplitudo tersebut berdasarkan satuan decibel (dB)[2].   Seseorang dikatakan normal jika ambang pendengarannya adalah 15 dB[7]. Berikut adalah table tingkatan keparahan ketulian
Tabel. Keparahan ketulian dalam Desibel (dB)
Keparahan Ambang pendengaran dalam dB
Ringan 26-40 dB
Sedang 41-55 dB
Berat Sedang 56-70 dB
Berat 71-90 dB
Sangat parah 90 dB


Dari: table 7
1.2 Etiologi
Secara garis besar, kausa hearing loss dapat dibedakan mejadi dua, akibat lingkungan serta akibat penurunan gen (herediter)[7]. Untuk hearing loss yang diperoleh karena factor lingkungan, factor kausatifnya bermacam[7]. Pada anak-anak, pada umumnya hearing loss terjadi karena adanya infeksi, baik itu selama masa prenatal maupun postnatal[7]. Sedangkan pada dewasa, hearing loss bisa didapat karena beberapa faktor, selain usia, juga bisa karena dipicu oleh bunyi (noise)[7].
Sebagai kausa hearing loss yang kedua, adalah faktor herediter[7]. Faktor genetic ini memiliki cakupan yang sangat luas dan banyak. Namun secara garis besar, faktor gen ini dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu[7]:
1. Syndromic hearing impairment
Ketulian genetic jenis sindromik ini, selain menyebabkan gangguan pendengaran, juga memberikan efek malformasi pada organ telinga luar, ataupun organ lain, serta mungkin juga memberikan masalah kesehatan yang melibatkan sistem organ lain.
Ketulian jenis sindromik ini mengambil sekitar 30% dari seluruh gangguan pendengaran prelingual genetic[7]. Untuk lebih jelasnya bias dilihat bagan berikut:
Sumber: (7)

2. Nonsyndromic hearing impairment
Pada ketulian jenis nonsindromik ini, gangguan pendengaran yang diderita oleh individu tidak berhubungan dengan kelainan lain, baik organ telinga luar, ataupun sistem organ lain,  namun mungkin bisa hanya pada telinga tengah maupun telinga bagian dalam. Lebih dari 70% penderita ketulian genetic merupakan nonsindromik[7 kutipan].  Penamaan gen nonsindromik ini menggunakan huruf DFN (DeaFNess) dalam membedakan lokasi lokusnya[7 kutipan]. Penamaan lokusnya berdasarkan jenis penuruannya, yaitu[7]:
- DFNA: untuk gen yang bersifat autosomal dominan.
- DFNB: untuk gen yang bersifat autosomal resesif
- DFNX: untuk gen yang X-linked
Kemudian, nomor yang mengikuti di belakangnya menunjukkan urutan dari pemetaan gen atau juga mungkin berdasarkan urutan penemuannya[7].

1.3 DFNB3 sebagai Nonsyndromic Autosomal Recessif Hearing Impairment gen
Gen DFNB3 merupakan gen yang menyebabkan terjadinya ketulian non-sindromik prelingual[7]. Pertama kali ditemukan di Bengkala, Bali[9]. Secara kode (nama gennya), DFNB3 menunjukkan: DFN: DeaFNess, yaitu penamaan lokus yang menyebabkan ketulian non-sindromik; B: menunjukkan mode penurunan lokusnya yang autosomal resesif; 3: angka tiga ini bias menunjukkan urutan pemetaan genetic atau mungkin urutan penemuannya[7].
DFNB3 menyebabkan terjadinya ketulian yang terjadi sejak prelingual, yaitu ketulian sejak sebelum individu memiliki kemampuan wicara[7]. Untuk tipe derajat ketuliannya, DFNB3 menyebabkan ketulian yang berat sampai parah[7]. DNFB3 berlokasi di 17p11.2[12]. Ketulian yang terjadi akibat DFNB3 dengan onset prelingual dan derajat berat sampai parah ini karena terjadi mutasi pada gen MYOXVA sehingga protein MYOXVA yang harusnya dikode oleh gen MYOXVA gagal dibentuk[12].
Protein MYOXVA merupakan myosin yang berada tepat di puncak stereosilia sel rambut mamalia, baik koklea maupun vestibular, dengan lokasi yang saling tumpang tindih dengan bagian akhir filamen aktin serta meluas ke bagian apikal dari membran plasma stereosilia[13]. Pada pemeriksaan stereosilia sel rambut tikus Shaker2 dengan menggunakan mikroskop elektron menggambarkan bahwa tidak ditemukan protein MYOXVA [13]. Selain itu, sel rambut ditemukan pendek dan stereosilianya tidak membentuk susunan anak tangga[13]. Hal ini menunjukkan bahwa protein MYOXVA berperan dalam proses pemanjangan dari stereosilia bersama dengan potein Eps8 dan Whirlin[14].

Read more


Biomarker Fungsi Jantung BNP dan NT ProBNP



BNP (Btype natriuretic peptide) juga disebut dengan braintype natriuretic peptide karena pertama kali ditemukan tahun 1988 diisolasi dari otak babi (porcine). Namun ditemukan juga di jantung yang mempresentasikan hormon di jantung karena sumber utama sintesis dan sekresinya berasal dari miokardium ventrikel jantung[1].
BNP disintesis sebagai prehormon (proBNP) yang memiliki 108 asam amino untuk kemudian di sirkulasi mengalami pemotongan menjadi metabolit aktif yang memiliki 32 asam amino sebagai BNP yang memiliki C terminal fragment dan 76 asam amino N-Terminal fragment (NT-proBNP) sebagai metabolit yang nonaktif. BNP dan NT-proBNP bisa dideteksi di sirkulasi darah. Stimulus paling utama sintesis dan sekresinya adalah stress miokard. Meskipun begitu, faktor lain seperti iskemik miokard dan modulasi endokrin serta sitokin mampu meningkatkan sintesis dan sekresinya[1].
BNP memiliki banyak efek diantaranya natriuresis/diuresis (pengeluaran natrium dan air), dilatasi perifer, inhibisi sistem renin–angiotensin–aldosterone (RAA), dan stimulus saraf simpatis[1].
BNP di ekskresikan dari peredaran darah  dengan berikatan dengan natriuretic peptide receptor type C (NPR-C) dan mengalami proteolisis oleh neutral endopeptidase, sedangkan NT-proBNP diekskresikan melalui ginjal. Half life BNP adalah 20 menit, sedangkan NT-proBNP memiliki half life 120 menit, itulah mengapa NT-proBNP di dalam serum memiliki waktu lebih lama daripada BNP[1].

Gambar 1. Schematic illustration of Btype natriuretic peptide (BNP) and NTproBNP synthesis, release and receptor interaction. BNP is synthesised as prohormone in the cardiomyocytes
Sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860679/
gambar 2. hysiological effects of Btype natriuretic peptide (BNP). Volume or pressure overload leads to ventricular wall stress and BNP release.
Sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860679/





Jika keduanya (BNP dan NT-ProBNP) dibandingkan, maka akan ditemukan beberapa perbedaan dan persamaan sekaligus kekurangan dan kelebihan, berikut adalah beberapa perbedaan dari  BNP dan NT Pro BNP yang kami peroleh dari beberapa sumber[1][2]:
-         BNP dapat stabil dalam sampel Whole Blood minimal 24 jam jika  disimpan dalam suhu ruangan yang juga ditambahkan dengan EDTA, sedangkan NT-ProBNP dapat stabil dalam sampel Whole Blood minimal 72 jam jika disimpan dalam suhu ruangan walaupun tanpa diberikan zat tambahan. Namun keduanya dpt stabil jika disimpan dalam freezer dan dengan proses pengenceran[1].
-         Ada beberapa determinan untuk menentukan konsentrasi BNP dan NT ProBNP. Dalam beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa BNP dan NT-ProBNP itu berhubungan dengan jenis kelamin, dimana nilai tertingginya ada pada perempuan. Hal ini dikaitkan dengan perbedaan metabolism laki-laki dan perempuan. Dan untuk usia, nilai tertingginya ada pada usia tua. Usia ini diperkirakan karena adanya perubahan fungsional dan structural preklinik (sebelum bermanifestasi) yang tidak dapat dideteksi dengan tehnik-tehnik sebelumnya[1].
-         Pada pasien dengan penurunan fungsi renal, nilai BNP dan NT-ProBNP nya meningkat dengan korelasi negative terhadap pembersihan kreatinin. Ketika terjadi perburukan fungsi renal, NT-ProBNP terlihat lebih terpengaruh dari pada BNP[1].
-         Selain itu, lebih tingginya prevalensi perubahan ventrikel kiri seperti hipertrofi ventrikel, gangguan diastolic dan sistolik, serta kelebihan cairan dalam sirkulasi juga berkontribusi dalam  memicu peningkatan konsentras BNP dan NT-ProBNP. Namun, hasil uji lab baru-baru ini menunjukkan bahwa perbandingan keduanya sebagai marker pada pasien yang juga menderita penyakit ginjal mengindikasikan peningkatan nilai diagnostic yang sama antara keduanya[1].
-         Keduanya mempunyai akurasi diagnostic yang sama untuk mendeteksi gagal jantung kongestif pada pasien dengan penurunan LVEF (Left Ventrikel Ejection Fraction), namun NT-ProBNP mempunyai sensitiftas yang lebih besar untuk mendeteksi CHF pada pasien dengan LVEF normal[2].
-         NT-ProBNP dapat mengidentifikasi dengan lebih baik terhadap pasien dengan penyakit jantung structural yang asimtomatik dibandingkan dengan BNP[2].
-         Keduanya dapat digunakan untuk skrining penurunan LVEF asimtomatik pada populasi umum ( 40%), walaupun untuk populasi ini  hasil NT-PrBNP lebih akurat daripada BNP (p=0,1) [2].



Selainkan itu kami juga mendapatkan sebuah table yang membandingkan antara BNP dengan NT-ProBNP:

Sumber:http://www.bhlinc.com/clinicians/clinical-references/reference-manual/chapter18
Yang paling penting, walaupun  Natriuretic Peptide ini sangat bermakna untuk menilai fungsi jantung tapi Np ini sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya[2]:
-         Ditekan oleh statin oral, obat diuretic, bloker SRAA, vasodilator, dan intravenous dopamine-like agent,serta amiodaron.
-         Natriuretic peptide juga dipengaruhi oleh B-blocker, dimana efeknya variable, meningkat pada subjek yang hipertensi dan sering biphasic pada gagal jantung.
DAFTAR RUJUKAN
[1]Weber M, Hamm C.Role of B-type Natriuretic Peptide (BNP) and NT-ProBNP in Clinical Routine[internet].June 2006 (cited 18th March  2014). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860679/
[2]BerkeleyHeart INC. N Teminal Fragment of the Prohormone B-type Natriuretic Peptide (NT-ProBNP)-a Functional Cardiac Biomarker[internet]. 2012 (cited 18th March 2014). Available from: http://www.bhlinc.com/clinicians/clinical-references/reference-manual/chapter18.

Read more

Sesuatu yang indah belum tentu baik, tapi sesuatu yang baik pasti indah

yang buat Faruq tapi... Powered by Blogger.
Update search^-^


Gambar
Lingkungan sekitar
Model Hape

Recent Posts

About Me

My photo
Kandangan Kediri
Dalam Hidupku,,, hanya antara aliran takdir dan ikhtiyar...

Renungkan :)

 

My Friend

Popular Posts

Powered By Blogger
Web hosting for webmasters
[HTML] [/HTML]