Laporan Praktikum Fisiologis: Kerutan Usus dan Refleks Usus

MEKANISME KONTRAKSI USUS

“Nama lain dari kontraksi pada sistem pencernaan adalah motilitas usus. Motilitas adalah kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna. Otot polos di dinding saluran cerna mempertahnkan suatu kontraksi tingkat rendah yang disebut juga sebagai tonus. Fungsi tonus adalah untuk mempertahnkan tekanan tetap pada isi saluran cerna serta untuk mencegah dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi.

Gerakan dari motilitas ini juga terbagi menjadi dua, yaitu gerakan propulsif dan gerakan mencampur. Gerakan propulsif adalah gerakan mendorong maju isi saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi yang bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh saluran cerna tersebut. Gerakan mencampur adalah gerakan mencampur makanan dengan getah makanan (untuk meningkatkan kinerja pencernaan) dan juga mempermudah penyerapan dengan meletakkan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna. Pergerakan ini semua sebagian besar terjadi karena adanya kontraksi otot polos.

Motilitas pada usus halus, terbagi menjadi dua, yaitu segmentasi dan migrating motility complex

1.             Segmentasi

Segmentasi adalah gerakan mencampur dan mendorong kimus secara perlahan. Segmentasi ini terdiri dari kontraksi otot polos sirkular yag berulang dan berbentuk cincin di sepanjang usus halus. Di antara segmen-segmen yang berkontraksi, terdapat kius di daerah-daerah rileks.

Cara kerja dari segementasi ini adalah sebagai berikut. Cincin kontraktil membagi usus halus menjadi segmen-segmen kecil. Setelah itu, segmen-segmen yang berkontraksi melemas, dan kontraksi berbentuk cincin muncul di bagian yang sebelumnya melemas tersebut. Kontraksi baru mendorong kimus di bagian yang semula rileks untuk bergerak kekdua arah ke bagian-bagian yang kini mlemas di sampingnya. Karena itu, segman ynga baru melemas menerima kimus dari kedua segmen yang berkontraksi tepat di belakang dan di depannya. Segera setelahnya, bagian-bagian yang berkontraksi dan melemas kembali berganti.

Fungsi dari segmentasi ini adalah untuk mencampur kimus dengan getah pencernaan yang disekresikan ke dalam lumen usus halus. Selain itu, meletakkan semua kimus ke permukaan absorptif mukosa usus halus. Segmentasi bekerja membagi kimus menjadi dua arah, yaitu ke depan dan kebelakang. Namun, kimus dapat terus maju menelusuri usus halus. Hal tersebut dikarenakan frekuensi segmentasi menururn di sepanjang usus halus. Sel-sel pemacu di duodenum secara spontan mengalami depolarisasi lebih cepat daripada sel-sel serupa yang ada di bagian hilir usus dengan kontraksi segmentasi terjadi di duodenum pada kecepatan 12 kali per menit dibandingkan dengan hanya 9 kali per menit pada ileum. Karena itu, kimus lebih terdorong untuk maju dari untuk mundur. Isi usus halus ini memerlukan setidaknya 3-5 jam untuk melintasi usus halus dengan cara ini.

Kontraksi segmentasi terjadi dimulai oleh adanya sel-sel pemacu ususu halus yang menghasilkan BER (irama listrik basal). BER usus halus membawa lapisan otot polos sirkular ke ambang, lalu terjadilah suatu kontraksi segmentasi, dengan frekuensi segmentasi itu sendiri mengikuti frekuensi BER. Intensitas kontraksi segmentasi dapat dipengaruhi oleh regangan usus, hormon gastrin, dan oleh aktivitas ekstrinsik. Pengaruh tersebut terjadi dengan cara menggeser potensial awal sekitar mana BER berosilasi mendekati atau menjauhi ambang. Segmentasi berkurang atau berhenti di antara waktu makan tetapi menjadi kuat segera setelah makan. Saat makanan masuk ke usus halus, duodenum mulai melakukan kontraksi segmentasi karena adanya peregangan lokal yang ditimbulkan oleh keberadaan kimus. Sedangkan segmentasi ileum juga bekerja, walaupun tidak ada makanan Hal tersebut diakrenakan adanya gastrin yang disekresikan sebagai respons terhadap keberadaan kimus di lambung, disebut juga refleks gastroileum. Stimulasi parasimpatis meningkatkan segmentasi, sementara stimulasi simpatis menekan aktivitas segmentasi.











                            Gambar 1 : segmentasi usus halus



2.             Migrating Motility Complex

Sebagian makanan telah diserap, kontraksi segmentasi berhenti dan diganti (antara waktu makan) oleh migrating motility complex. Migrating Motility Complex  adalah motilitas di antara waktu makan yang berbentuk gelombang peristaltik lemah berulang yang bergerak dalam jawak pendek ke hilir sebelum lenyap. Gelombang ini bermigrasi dari usus halus ke ujung kolon, dengan setiap kontraksi yang dikerjakan menyapu maju sisa-sisa makanan sebelumnya ditambah debris mukosa dan bakteri menuju kolon. Setelah akhir usus halus tercapai, siklus dimulai kembali dan terus berulang sampai kedatangan makanan berikutnya. Kerja ini diatur di antara waktu makan oleh hormon motilin, yang disekresikan selama keadaan tidak makan oleh sel-sel endokrin mukosa usus halus. Pelepasan motilin itu sendiri dihambat oleh makan.” (Sherwood, 2012)

PENGATURAN NEURAL

“Pengaturan GastroIntestinal oleh sistem saraf terdiri dari persarafan intrinsik (enterik) dan inervasi ekstrinsik. Fungsi dari persarafan ini adalah untuk memonitor dan mengatur proses yang terjadi di GastroIntestinal. Persarafan intrinsik terdiri dari dua pleksus yaitu pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Pleksus mienterikus atau pleksus Aurbach sesuai namanya terletak di lapisan muskular antara otot polos sirkular dan otot polos longitudinal. Sedangkan pleksus submukosa atau pleksus Meissner terletak di lapisan submukosa. Sistem saraf intrinsik ini terdiri dari motor neuron, sensorik, dan interneuron. Karena motor neuron pleksus mienterikus sebagian besar menginervasi otot polos longitudinal dan sirkular, pleksus ini sebagai pengontrol motilitas GastroIntestinal. Sedangkan pada pleksus submukosa motor neuronnya kebanyakan mempersarafi sel sekret di epitel mukosa, sehingga pleksus ini sebagai pengontrol sekresi organ traktus GastroIntestinal. Interneuron persarafan intrinsik berfungsi sebagai penghubung pleksus submukosa dan mienterikus. Sedangkan saraf sensorik yang bertugas di epitel mukosa berguna sebagai kemoreseptor, stretch receptor yang teraktivasi apabila dinding organ gastrointestinal terisi makanan.

Persarafan ekstrinsik dari gastrointestinal dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Bagian parasimpatis dipersarafi oleh nervus vagus yang hampir mempersarafi traktus GI secara keseluruhan kecuali setengah bagian akhir dari usus besar yang dipersarafi oleh serat saraf dari medula spinalis yaitu nervus pelvis. Kontrol persarafan ekstrinsik ini baik simpatik maupun parasimpatik membentuk hubungan dengan sistem saraf enterik dengan persambungan ke pleksus mienterikus dan pleksus submukosa tempat sistem saraf intrinsik (enterik) terususun rapi. Saraf otonom dapat mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran pencernaan melalui modifikasi aktivitas yang sedang berjalan di pleksus-pleksus sistem saraf intrinsik. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang mempersarafi jaringan tertentu menimbulkan efek yang bertentangan di pencernaan. Sistem saraf simpatis bekerja menghambat/memperlambat kontraksi dan sekresi saluran pencernaan. Sistem saraf parasimpatis bekerja sebaliknya yaitu meningkatkan kerja dengan cara menaikkan motilitas dan sekresi enzim serta hormon pencernaan meningkat.

Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner (Taylor, 2005).

REFLEKS

Perangsang agar terjadi refleks : distensi lumen saluran GI, osmoloritas kimus, keasaman kimus dan hasil digestif (karbohidrat, lemak, protein). Reseptor yang terletak di GI merupakan mekanoreseptor (untuk mengetahui distensi saluran GI), osmoreseptor (untuk mengetahui proses osmosis), kemoreseptor (untuk melihat pH dan kandungan-kandungannya).

Jenis refleksnya dibagi menjadi dua, yaitu refleks panjang dan refleks pendek. Pemberian nama sesuai panjang jalur yang dilewatinya. Refleks panjang jalurnya lewat pusat dulu contoh peristiwa: saat mencium bau makanan memicu keluarnya kelenjar saliva. Contoh lain seperti saat kilta baru melihat, atau memikirkan makanan, saliva sudah menetes dan tubuh menjadi merasa lapar. Neuron pathway-nya untuk stimuli dari makanan yang kita lihat: sensoriknya berada di mata akan terkirim ke saraf ekstrinsik ke otak lalu ke saraf simpatik / parasimpatik ke interneuron/efferen neuron (ada yang tanpa interneuron langsung ke GI) lalu ke GI.

Kalau refleks pendek maka refleks itu berjalan dengan sensorik di GI dan motoriknya di GI juga misal pada refleks gastrokolik. Resptor di lambung mengirim sinyal ke saraf di kolon. Efektornya otot polos kolon, sehingga akan terjadi kontraksi di kolon. Refleks ini biasa terjadi setelah makan. Hasilnya orang yang bersangkutan setelah makan akan langsung ke belakang. Yang dikeluarkan di feses adalah sisa makanan yang kemari bukan yg baru masuk. Refleks in bertugas untuk mendorong sisa2 makanan yang ada di GI sehingga makanan baru bisa masuk.Ada juga refleks Refleks duodenocolika. Refleknya mirip gastrokolik cuman bedanya makanan yang menstimulus ada di duodenum, efektornya sama yaitu kolon. Menurut kuliah refleks ini paling penting. Karena refleks ini tidak melibatkan otak dalam pengorganisasian rangsang yang diterima, maka prof Greshon menyebut bahwa di GI itu ada otak kita yang kedua atau disebut juga otak kecil atau otak enterik. (Taylor, 2005)

PENGARUH ACH

“Asetilkolin adalah salah satu neurotransmitter yang digunakan oleh saraf. Asetilkolin atau yang disebut juga sebagai ACh, adalah neurotransmitter yang digunakan oleh serat praganglion simpatis dan parasimpatis. Ach juga digunakan sebagai neurotransmitter serat pascaganglion parasimpatis. Serat ini mengeluarkan asetilkolin. Serat ini, bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut juga sebagai serat kolinergik.

Serat otonom pascaganglion ini tidak berakhir di satu benjolan terminal saja (synaptic knob). Namun, cabang-cabang terminal serat otonom memiliki banyak pembengkakan atau benjolan, yang disebut sebagai varicosities, yang secara bersamaan megeluarkan neurotransmitter ke suatu daerah luas di organ yang disarafi dan bukan hanya untuk ke satu sel saja. Pelepasan neurotransmitter yang difus ini, disertai kenyataan bahwa setiap perubahan aktivitas listrik yang terjadi menyebar ke seluruh massa otot polos atau otot jantung (pada usus halus, yang berlaku adalah otot polos)melalui taut celah, meyebabkan aktivitas otonom biasanya mempengaruhi organ keseluruhan bukan sel-sel tertentu.” (Sherwood, 2012)

Ach juga berperan dalam persisteman parasimpatis, yaitu sebagai neurotransmitter pascaganglion. Sistem parasimpatis sangat berperan dalam sistem pencernaan. Sistem ini mendominasi pada keadaan tenang dan santai. Pada keadaan tanpa ancaman, tubuh berkonsentrasi melaksanakan aktivitas normalnya, misalnya pencernaan. Sistem parasimpatis merupakan tipe rest and digest, yaitu istirahat dan cerna sekaligus memperlambat aktivitas-aktivitas yang ditingkatkan oleh sistem simpatis. Sebagai contoh, efek stimulasi parasimpatis pada sistem pencernaan adalah sebagai berikut :

1.      Meningkatkan motilitias organ pencernaan

2.      Relaksasi sfingter (untuk memungkinkan gerakan maju isi saluran cerna)

3.      Stimulasi sekresi pencernaan

4.      Stimulasi sekresi pankreas eksokrin (untuk pencernaan)

5.      Pengeluaran banyak liur encer kaya enzim

PENGARUH ION CA

Ion Ca sangat diperlukan dalam mekanisme kontraksi otot polos. Jika ion Ca tidak ditemukan dalam suatu otot polos, maka otomatis, kontraksi otot tidak terjadi. Hal tersebut dikarenakan Ca merupakan pengaktivasi miosin kinase yang diperlukan untuk proses kontraktil. Berikut adalah proses yang terjadi pada mekanisme kontraksi otot polos :

1.      Pada saat sebuah hormon berikatan pada reseptor di membran maka akan mengaktifkan sebuah molekul G protein akibat terjadinya mekanisme depolarisasi membran plasma.

2.      Akibat depolarisasi membran plasma akan membuka kanal Ca di permukaan membran plasma dan memicu proses difusi Ca melalui kanal Ca yang kemudian akan berkombinasi dengan calmodulin.

3.      Calmodulin dengan Ca yang telah membentuk ikatan kemudian melekat pada miosin kinase dan mengaktivasi protein kinase ini (miosin adalah salah satu protein yang juga berperan penting dalam mekanisme kontraksi otot polos).

4.      Aktivasi miosin kinase menempelkan fosfat dari ATP pada kepala miosin untuk mengaktifkan proses kontraktil.

5.      Kemudian terjadilah sebuah siklus cross-bridge formation, pergerakan, dan pelepasan ikatan protein kontraktil yang terlibat. Siklus ini yang menyebabkan otot dapat berkontraksi secara terus-menerus (disesuaikan dengan siklus relaksasi juga).

                                    Gambar 2 : Mekanisme kontraksi otot polos

PENGARUH PILOKARPIN

“Pilokarpin memiliki efek yang sama dengan asetilkolin. Pilokarpin termasuk dalam obat parasimpatometik yang langsung bekerja pada reseptor kolinergik tipe muskarinik. Perbedaanya adalah pilokarpin dapat menimbulkan efek yang luas parasimpatis yang khas, dan tidak mudah tidak begitu cepat dirusak oleh kolinesterase yang terdapat dalam darah dan cairan tubuh. Sedangkan, asetilkolin tidak mempunyai efek yang sama persis di selurruh tubuh karena sebelum mencapai organ efektor, telah dirusak terlebih dahulu oleh kolinesterase.” (Guyton, 2011)

PENGARUH SUHU

“Gerakan usus dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu normal tubuh membuat usus dapat melakukan gerak peristaltiknya secara normal. Saat usus diberikan perlakuan dingin, maka yang terjadi adalah gerakan usus semakin melambat. Hal tersebut dapat dilihat dari amplitudonya yang semakin mengecil. Kemudian, usus diberikan perlakuan panas yang menyebabkan gerakan usus semakin cepat. Akan tetapi, bukan berarti dengan suhu yang semakin panas (di atas normal) usus dapat bergerak lebih cepat lagi. Hal ini dikarenakan oleh faktor enzim. Enzim hanya dapat bekerja dalam keadaan suhu tubuh normal.”(Hernawati, 2010)

PENGARUH ION BARIUM

“Ion barium mempunyai efek yang sangat kuat terhadap gerakan usus. Kerja obat ini analog dengan pilokarpin dan asetilkolin, karena meningkatkan gerakan usus.” (Guyton, 2011)





KERUTAN USUS DI LUAR BADAN



Tujuan Instruktional Umum :

Memahami pengaruh pelbagai faktor pada kerutan usus di luar badan

Tujuan Perilaku Khusus :

1.      Menjelaskan pengaruh :

-          Epinefrin

-          AsetilKolin

-          Ion Kalsium

-          Pilokarpin

-          Suhu

-          Ion Barium

2.      Menjelaskan tujuan pengaliran udara ke dalam cairan perfusi

3.      Menjelaskan tujuan mempertahankan suhu larutan Locke di dalam tabung perfusi pada suhu 35oC selama percobaan, kecuali percobaan pengaruh suhu

4.      Memberi batasan mengenai Q10

Alat, Sediaan dan Bahan Kimia Yang Diperlukan :

1.      Kaki tiga + kawat kassa

2.      Gelas beker pireks 600cc

3.      Statif

4.      Tabung perfusi usus dengan klemnya

5.      Pipa kaca bengkok untuk perfusi

6.      Pipa karet dan kompressor udara

7.      Termometer kimia

8.      Pencatat gerakan usus

9.      Signal magnet + kawat listrik

10.  Kimokraf rangkap

11.  Sepotong usus halus kelinci dengan panjang 3cm (dibagikan oleh asisten yang bertugas)

12.  Larutan :

-          Locke biasa dan Locke bersuhu 35oC

-          Epinefrin 1:10.000

-          Locke tanpa kalsium

-          CaCl2 1%

-          Asetilkolin 1:1.000.000

-          Pilokarpin 0,5%

-          BaCl2 1%

13.  Es + Waskom



Cara Kerja :

1.      Susunlah alat menurut gambar

2.      Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan Locke di dalam tabung perfusi mencapai suhu 35oC

3.      Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang bertugas

4.      Pasang sediaan usus tersebut sebagai berikut :

5.      Alirkan udara ke dalam larutan Locke dalam tabung perfusi dengan mengatus klem pengatur aliran udara, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah dipasang itu

6.      Selama percobaan, perhatikan suhu larutan Locke ke dalam tabung perfusi yang harus dipertahankan pada 35OC, kecuali bila ada petunjuk lain.



I.                   Pengaruh Asetilkolin



7.      Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol

8.      Tanpa mengehentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1:1.000.000.000 ke dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan.

9.      Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas

10.  Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin sebagai berikut :

10.1 Pindahkan kaki tiga + kawat basa dan gelas beker pireks dari tabung perfusi

10.2 Letakkan waskom kosong di bawah tabung perfusi

10.3 Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis

10.4 Tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan Locke yang baru (tidak perlu bersuhu 35oC ) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang-goyang.

10.5 Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Lockenya

10.6 Ulangi langkah 10.4 dan 10.5 sebanyak dua kali, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari pengaruh asetilkolin

10.7 Setelah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan Locke baru yang bersuhu 35oC (disediakan) serta atur kembali aliran udaranya.

10.8 Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga + kawat kasa



II.                Pengaruh Epinefrin



11.  Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap kerutan masih tercatat terpisah

12.  Catat waktunya dengan interval 5 detik

13.  Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan epinefrin 1:10.000 ke dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan. Bila 2 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, tambahkan beberapa tetes lagi

14.  Teruskan pencatatan sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas

15.  Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh epinefrin seperti langkah pada 10 butir.



III.             Pengaruh Ion Kalsium

16.  Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol

17.  Hentikan tromol dan gantilah larutan Locke dalam tabung perfusi dengan larutan Locke tanpa Ca yang bersuhu 350C (disediakan).

18.  Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion Ca terlihat jelas.

19.  Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan.

20.  Teruskan dengan pencatatan sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempurna, gantilah cairan dlam tabung perfusi dengan cairan Locke baru bersuhu 350C

IV.             Pengaruh Pilokarpin

21.  Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol

22.  Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan

23.  Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas

24.  Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin seperti langkah pada butir 10

V.                 Pengaruh Suhu

25.  Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada suhu 35oC

26.  Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi dengan jalan mengganti air hangat di dalam gelas beker pireks dengan air biasa

27.  Segera setelah tercapai suhu 30oC, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus

28.  Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan perfusi 5oC, sampai tercapai suhu 20oC dengan jalan memasukkan potongan es ke dalam gelas beker, sehingga diperoleh pencatatan keaktifan usus pada suhu 35oC, 300C, 250C dan 200C

29.   Hentikan tromol dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 35oC dengan jalan mengganti air es di dalam gelas beker dengan air panas

30.  Segera setelah tercapai suhu 35oC, jalankan tromol kembali dan catat 10 kerutan usus.

VI.             Pengaruh Ion Barium

31.   Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol

32.  Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan BaCl21% ke dalam cairan perfusi. Bila 1 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan yang tidak berhasil.

33.  Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruhnya terlihat jelas



HASIL







PEMBAHASAN



Pengaruh Ach

Pemberian Ach pada usus menyebabkan kontraksi usus yang maksimal karena amplitudo mencapai ambang batas dari kontraksi, bahkan bisa dilihat bahwa amplitudo Ach menduduki tempat tertinggi dari berbagai penambahan lainnya. Ach dilepaskan dari saraf pasca ganglion parasimpatis, dengan reseptornya kolinergik muskarinik. Saat diberikan penambahan Ach, hal ini digunakan sebagai analog dari Ach yang dilepaskan di dalam tubuh yang menandakan bahwa terjadi peningkatan rangsangan parasimpatis di usus, yang mengakibatkan permeabilitas Ca ekstraselular meningkat,  sehingga kerja otot longitudinal usus meningkat. Hasilnya : peningkatan amplitudo usus yang direkam oleh tromol

Dalam kehidupan sehari-hari, saraf otonom simpatis dapat terjadi ketika kita sedang santai dan tenang, misalnya ketika kita sedang duduk tenang, maka saraf parasimpatis akan memicu pengeluaran reseptor asetilkolin pada postganglion, yang nantinya akan memicu kerja dari pencernaan kita.



Pengaruh Epinefrin

Pemberian dari epinefrin pada praktikum ini adalah bertujuan untuk menguji pengaruh dari epinefrin yang dihasilkan oleh medula suprarenal terhadap  kinerja peristaltik dari usus. Epinefrin dilepaskan dari reseptor adrenergik dari post ganglion simpatis. Berdasarkan dari dasar teori di atas, dapat diketahui bahwa epinefrin merupakan hormon pemicu kerja saraf simpatis, sehingga hasil dari praktikumnya dapat diperkirakan. Dalam hasil praktikum yang dilakukan, ketika air yang menggenangi usus kelinci diberi 2 tetes epinefrin 1:10.000 maka selang beberapa saat terjadi penurunan dari gerak peristaltik pada usus. Penurunan ini dapat diketahui dari penurunan grafik garis yang dibentuk oleh tromol. Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hormon epinefrin dapat menurunkan kinerja dari usus. Epinefrin menghambat kerja otot longitudinal tetapi mengaktifasi otot sirkular. Karena pada praktikum ini yang dapat diamati adalah kerja dari otot longitudinal, maka hasilnya terjadi penurunan amplitudo yang dicatat oleh tromol.

Dalam kehidupan sehari-hari penurunan ini biasa terjadi ketika sistem otonom kita sedang mengaktifkan sistem simpatisnya. Ketika kita sedang dirangsang untuk mengaktifkan saraf simpatis kita (misalnya dengan berlari) maka simpatis akan merangsang peningkatan pengeluaran epinefrin oleh medula suprarenal, dimana salah satu kerja dari epinefrin sudah kita buktikan sebelumnya yakni menurunkan kerja pencernaan kita, sehingga ketika kita sedang berlari, sistem pencernaan kita tidak bekerja.



Pengaruh Ca

Ca diperlukan oleh usus untuk berkontraksi, karena usus merupakan otot polos. Otot polos memiliki mekanisme kerja yang sama dengan otot-otot lainnya namun sedikit memiliki perbedaan. Perbedaannya adalah otot polos termasuk organ otonom yang dapat berkontraksi tanpa dipengaruhi keinginan untuk mengkontraksikannya. Tetapi mengapa di tromol amplitudonya menurun ? Hal ini disebabkan oleh adanya Ca yang diberikan tetapi hanya sedikit sehingga potensial aksi (kenaikan amplitudo) belum terjadi walaupun sudah diberikan CaCl

Pengaruh Pilokarpin

Pilokarpin merupakan parasimpatomimetik, yang bekerja menyerupai kerja saraf parasimpatis. Pada otot polos longitudinal pada saluran cerna, pengaruh perasimpatis menyebabkan peningkatan kontraksi usus. Pada percobaan, ketika usus kelinci dalam larutan Locke ditambahkan 1 tetes pilokarpin, terlihat adanya peningkatan kontraksi otot polos longitudinal pada usus kelinci. Kemudian, ditambahkan larutan pilokarpin sebanyak 4 tetes lagi,sehingga jumlah seluruhnya ada 5 tetes pilokarpin, hal ini bertujuan agar lebih terlihat perbedaannya. Peningkatan kontraksi otot longitudinal usus kelinci ini dibuktikan dengan peningkatan amplitude pada pencatat usus, sehingga terlihat tanjakan dan turunan yang lebih tajam.

Pengaruh Suhu

Suhu mula-mula larutan Locke yang berisi usus kelinci adalah 35oC. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kontraksi otot longitudinal usus adalah dengan mengubah suhu cairan. Ketika suhu cairan diubah menjadi 30oC, terlihat adanya penurunan kekuatan kontraksi otot longitudinal usus. Kemudian ketika suhu diturunkan menjadi 250C dan seterusnya, penurunan kekuatan kontraksi usus terlihat semakin jelas.  Hal ini membuktikan bahwa penurunan suhu dapat mengurangi kekuatan kontraksi usus. Karena aktifitas enzim-enzim terganggu akibat kenaikan suhu yang ekstrim, sehingga terjadi penghambatan kontraksi usus.

Pengaruh Barium

Pemberian barium pada usus dapat menyebabkan spasme otot polos usus, sehinga meningkatkan kekuatan kontraksi otot polos usus. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan amplitudo pencatat usus yang tajam setelah ditambahkan 1 tetes barium dalam cairan Locke yang berisi usus kelinci. Barium biasanya merupakan salah satu komposisi dalam obat pencahar. Obat ini bertujuan agar dapat mengeluarkan isi lumen usus dalam waktu yang relative singkat. Terbukti, dalam percobaan terlihat dengan jelas perpindahan kimus yang cepat dalam lumen usus. Namun karena kedua ujung usus dalam kondisi terikat, maka kimus tersebut tidak keluar. Penambahan barium ini merupakan peningkatan kontraksi usus yang paling terlihat tajam.





KESIMPULAN

Kontraksi usus membutuhkan Ca dari eksraselular yang mencukupi. Kontraksi usus dapat meningkat apabila diberikan Ach neurotransmitter rasangan parasimpatis, dan dapat menurun apabila diberikan neurotransmitter rangsangan simpatis berupa Epinefrin. Tetapi kenaikan dan penurunan kontraksi usus juga dapat dipengaruhi oleh reaksi suhu yang berpengaruh pada aktivitas enzim, kemudian obat-obatan yang dapat meningkatkan kontraksi usus seperti obat-obatan yang mengandung ion barium, maupun pilokarpin.



DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, P. & Taylor, C.R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Ahli bahasa: Roem Soedoko, Dewi Asih Mahnani. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Edisi II

Hernawati. Peranan Syaraf dan Hormon (Neuroendokrin) dalam Pergerakan Lambung pada Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.; 2010

Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.11th. Jakarta : EGC; 2011

Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia: Dari Jaringan ke Sel. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.



0 comments to "Laporan Praktikum Fisiologis: Kerutan Usus dan Refleks Usus"

Post a Comment

Sesuatu yang indah belum tentu baik, tapi sesuatu yang baik pasti indah

yang buat Faruq tapi... Powered by Blogger.
Update search^-^


Gambar
Lingkungan sekitar
Model Hape

Recent Posts

About Me

My photo
Kandangan Kediri
Dalam Hidupku,,, hanya antara aliran takdir dan ikhtiyar...

Renungkan :)

 

My Friend

Popular Posts

Powered By Blogger
Web hosting for webmasters
[HTML] [/HTML]